Implementasi Smart Governance di Kota Serang
KONTRASBANTEN.COM, SERANG - Perjalanan reformasi birokrasi di Indonesia adalah cerita panjang yang berliku. Dari rezim Orde Baru yang sentralistik hingga era Reformasi yang menuntut desentralisasi dan transparansi, pemerintah terus berupaya memperbaiki tata kelola. Lahirnya konsep smart governance adalah babak baru dalam perjalanan ini. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, terutama internet dan perangkat bergerak, masyarakat kini menuntut kecepatan, efisiensi, dan aksesibilitas yang lebih baik dari layanan publik. Smart governance muncul sebagai jawaban atas tuntutan ini, menjanjikan perubahan fundamental dari model birokrasi yang lamban dan berbelit menjadi sebuah sistem yang gesit, transparan, dan komunikatif.
Fungsi utama smart governance tidak sekadar mengadopsi teknologi, tetapi merevolusi cara kerja birokrasi. Setidaknya ada tiga fungsi vital yang menjadi pilar yakni Efisiensi dan Efektivitas, Transparansi dan Akuntabilitas, Partisipasi dan Inovasi.
Indonesia sendiri telah menunjukkan komitmen kuat dalam menerapkan smart governance, terutama melalui inisiatif Smart City. Banyak kota dan kabupaten berlomba-lomba meluncurkan berbagai aplikasi untuk meningkatkan pelayanan publik tidak terkecuali Kota Serang.
Guna memaksimalkan e-governance, pemerintah Kota Serang bersama Diskominfo meluncurkan aplikasi RAGEM (Religius, Adaptable, Great, Educated, Modern).Tujuan dilaksanakannya aplikasi “RAGEM” adalah untuk memenuhi Peraturan Walikota Serang Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pedoman Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi, dan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Elektronik (SPBE). Terobosan tersebut bertujuan untuk memudahkan dan menyatukan semua jenis aplikasi layanan informasi yang telah dibuat sebelumnya. Tujuan dari diciptakannya aplikasi “RAGEM”yaitu untuk menggunakan pelayanan publik yang ada diaplikasinya “RAGEM”. Jadi apapun itu pelayanannya, sudah ada di sana. Dengan kata lain RAGEM bertujuan untuk memudahkan agar lebih simple atau praktis menjadikannya satu pintu, tidak terlalu banyak aplikasi yang di download.
Sayangnya, pengguna aplikasi “RAGEM” yang dirilis oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Serang sejak 30 Mei 2021 tersebut masih terbilang sedikit. Hal ini terlihat dari jumlah masyarakat yang mengunduh program tersebut yang baru mencapai 1.000-an orang, padahal program tersebut sudah tersedia untuk diunduh di Google Play Store dan bisa di dapatkan oleh semua orang. Selain karena kualitas aplikasi yang banyak dikeluhkan oleh pengguna, rendahnya penggunaan RAGEM tidak terlepas dari kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah.
Tantangan Implementasi
Ada beberapa tantangan besar yang harus dihadapi dalam mewujudkan smart governance di Kota Serang. Pertama, kesenjangan digital. Infrastruktur internet yang belum merata, terutama di daerah terpencil dan gedung tinggi, menghambat masyarakat untuk mengakses layanan e-governance yang tersedia. Oleh karena dibutuhkan upaya yang lebih maksimal untuk mewujudkan pemerataan jaringan internet.
Kedua, kualitas SDM. Kesiapan aparatur sipil negara (ASN) untuk mengoperasikan sistem digital secara efektif masih menjadi persoalan. Dalam implementasi aplikasi RAGEM misalnya, salah satu yang banyak dikeluhkan adalah kurang responsifnya aparatur pemerintah dalam menindaklanjuti aduan masyarakat. Oleh karenanya diperlukan pelatihan intensif dan perubahan pola pikir di kalangan ASN agar e-governance di Kota Serang bisa maksimal.
Ketiga, Keberlanjutan dan Integrasi. Berbagai kasus menunjukkan banyak program digital terhenti setelah periode kepemimpinan tertentu berakhir. Kurangnya integrasi antar-aplikasi dan sistem juga menjadi hambatan serius. Ini juga menjadi tantangan tersendiri di kota Serang. Konsistensi dan kemauan pemerintah untuk mengintegrasikan berbagai layanan serta memastikan layanan berkelanjutan harus diupayakan.
Keempat, resistensi birokrasi. Budaya birokrasi yang kaku sering kali menolak perubahan, terutama jika perubahan tersebut dianggap mengurangi wewenang atau keuntungan pribadi. Adanya digitalisasi layanan publik tentu saja menuntut para birokrat untuk beradaptasi khususnya dalam penggunaan teknologi. Hal ini penting agar pelaksanaan digitalisasi tidak terhambat.
Lebih dari Sekadar Membangun Aplikasi
Smart governance bukanlah tujuan akhir, melainkan alat untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang lebih baik, efisien, dan melayani. Membangun aplikasi canggih hanyalah langkah awal. Langkah-langkah selanjutnya yang lebih krusial adalah memastikan infrastruktur memadai, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, menjamin integrasi sistem, dan membangun kepercayaan publik melalui transparansi dan akuntabilitas yang nyata. Tanpa upaya-upaya ini, smart governance akan selamanya menjadi slogan yang terdengar modern, tetapi gagal memberikan manfaat substantif bagi masyarakat luas.
Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UNPAM Serang.