Debt Collector Diduga Langgar UU Fidusia, Polisi Ingatkan Penarikan di Jalan Bisa Masuk Unsur Pidana
Aksi penarikan kendaraan bermotor diduga oleh oknum yang mengaku sebagai debt collector atau “mata elang” Dari salah satu lembaga pembiyaan WOM FINANCE CABANG SERANG kembali meresahkan masyarakat. Praktik tersebut diduga kuat melanggar Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, serta Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019, yang menegaskan bahwa penarikan kendaraan tidak boleh dilakukan secara sepihak di jalan tanpa prosedur hukum.
Putusan MK menyebutkan bahwa lembaga pembiayaan hanya dapat menarik kendaraan jika memiliki sertifikat fidusia yang terdaftar dan debitur menyerahkan kendaraan secara sukarela. Bila debitur menolak, maka prosesnya wajib diajukan ke pengadilan — bukan melalui pihak ketiga di lapangan.
Polisi Tegas: Penarikan Paksa Bisa Dipidana
Kasat Reskrim Polres Serang menegaskan pihaknya tidak akan mentolerir tindakan penarikan paksa kendaraan di jalan.
> “Kami sudah beberapa kali menerima laporan masyarakat terkait penarikan kendaraan secara paksa. Tindakan seperti itu bisa masuk unsur pidana, terutama jika disertai ancaman, kekerasan, atau perampasan,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (9/10/2025).
debt collector atau mata elang (MATEL) bukan aparat penegak hukum, sehingga tidak memiliki kewenangan untuk menarik kendaraan tanpa dokumen hukum resmi.
> “Kalau kendaraan dijaminkan melalui fidusia, maka eksekusinya harus lewat pengadilan. Kami siap menindak tegas siapa pun yang bertindak sewenang-wenang di lapangan,” tegasnya.
Ahli Hukum: Warga Punya Hak Menolak Penarikan Ilegal
Praktisi hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Dr. Hendra Saputra, S.H., M.H., menilai bahwa masyarakat perlu memahami haknya sesuai hukum.
> “Debitur berhak menolak penarikan kendaraan yang tidak disertai sertifikat fidusia atau keputusan pengadilan. Kalau dipaksa, laporkan saja ke polisi karena itu sudah termasuk pelanggaran hukum,” jelasnya.
Ia juga menilai lembaga pembiayaan harus lebih mengedepankan pendekatan persuasif dan edukatif ketimbang cara-cara intimidatif.
> “Penarikan di jalan itu bukan hanya melanggar hukum, tapi juga merusak citra lembaga pembiayaan,”
Mahri,salah satu aktifis muda di Kota serang turut angkat suara terkait fenomena tersebut.
> “Kami mendesak aparat penegak hukum untuk lebih tegas menindak para oknum yang menggunakan cara-cara intimidatif di lapangan. Masyarakat perlu merasa aman, bukan takut saat melintas di jalan,” ujarnya.
Mahri juga mengimbau masyarakat untuk tidak menyerahkan kendaraan kepada siapa pun tanpa surat resmi penarikan atau dokumen fidusia yang sah.
> “Kalau ada yang memaksa, segera dokumentasikan, laporkan ke polisi, dan jangan takut memperjuangkan hak Anda,” tegasnya.
Masyarakat Diminta Waspada
mahri juga mengingatkan, tindakan penarikan kendaraan di jalan tanpa prosedur yang sah dapat dikenakan Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan atau Pasal 365 KUHP tentang Perampasan, tergantung pada unsur kekerasannya.
Pemerintah, aparat hukum, dan lembaga pembiayaan diharapkan bersinergi menegakkan aturan serta memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak ada lagi korban penarikan ilegal di jalan.